-->

Kamis, 23 Mei 2013



Pembelajaran berasal dari kata belajar yang merupakan kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Kegiatan pembelajaran syarat dengan muatan psikologis. Misalnya memahami perasaan, keinginan, jalan pikiran, dan emosi siswa, yang kesemuanya tercakup dalam ranah psikologi. Tanpa keahlian tersebut, pendidik tidak akan mampu memaksimalkan potensi siswa.
A.     Psikologi Pembelajaran
Kata psikologi berasal dari Bahasa Inggris psychology. Kata ini diadopsi dari Bahasa Yunani yang berakar dari dua kata yaitu psyche yang berarti jiwa atau roh, dan logos berarti ilmu. Jadi secara mudah psikologi berarti ilmu jiwa. Beberapa ahli memberikan pendapat mengenai arti psikologi. RS. Woodworth berkata psychology can be defined as the science of the activities of the individual (Woodworth, 1955:3). Ngalim Purwanto (1996:12) menyatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.
Tingkah laku disini meliputi segala kegiatan yang tampak maupun yang tidak tampak, yang dilakukan secara sadar atau tidak sadar. Sedang Sarwono (1976) mendefinisikan psikologi dalam tiga definisi. Pertama, psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dan hewan. Kedua, psikologi adalah ilmu yang mempelajari hakikat manusia. Ketiga, psikologi adalah ilmu yang mempelajari respon yang diberikan oleh makhluk hidup terhadap lingkungannya.
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku individu dalam interaksi dengan lingkungannya.

Ngalim Purwanto (1996:14) menyatakan bahwa belajar memiliki empat unsur:
a. Perubahan dalam tingkah laku
b. Melalui latihan
c. Perubahan relative mantap
d. Perubahan meliputi fisik dan psikis
Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses menuju perubahan yang bersifat mantap melalui proses latihan dalam interaksi dengan lingkungan dan meliputi perubahan fisik dan mental.

B.     Aspek-aspek Psikologis dalam Pembelajaran

Sebagaimana dinyatakan di muka bahwa proses pembelajaran syarat dengan aspek-aspek psikologis yang harus diperhatikan oleh seorang pendidikan atau pengajar, demi menunjang keberhasilan proses pembelajaran tersebut. Aspek-aspek psikologis tersebut akan dijelaskan di bawah ini:
1. Tingkat kecerdasan/inteligensi siswa
Inteligensi ialah kemampuan untuk menemukan, yang bergantung pada pengertian yang luas dan ditandai oleh adanya suatu tujuan tertentu dan adanya pertimbangan-pertimbangan yang bersifat korektif. Jelasnya, inteligensi itu meliputi pengertian penemuan sesuatu yang baru, adanya keyakinan atau ketetapan hati dan adanya pengertian terhadap dirinya sendiri (Juhaya S. Praja & Usman Effendi, 1984:89).
Sudah menjadi sebuah keyakinan bersama dan dibuktikan secara empiris bahwa tingkat kecerdasan atau inteligensi seseorang (siswa) sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar. Ini bermakna, semakin tinggi tingkat kecerdasan seorang siswa maka semakin besar peluangnya meraih sukses dalam belajar. Sebaliknya, semakin rendah tingkat kecerdasannya maka semakin kecil peluangnya untuk memperoleh sukses.


2. Sikap Siswa
Sikap merupakan gejala internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons (response tendency) dengan cara yang relatif terhadap objek orang, barang, dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif (Muhibbin Syah, 1997:135). Sebagai reaksi maka sikap selalu berhubungan dengan dua alternatif, yaitu senang (like) atau tidak senang (dislike), menurut dan melaksanakannya atau menjauhi/menghindari sesuatu (M. Ngalim Purwanto, 1997:141). Yang sangat memegang peranan penting dalam sikap ialah faktor perasaan atau emosi, dan faktor kedua adalah reaksi/respons, atau kecenderungan untuk bereaksi.
Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa respon positif yang diberikan siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan merupakan pertanda baik dalam mengikuti proses belajarnya. Sebaliknya, respon negatif yang berikan terhadap mata pelajaran atau guru bahkan diberangi dengan kebencian akan dapat menimbulkan kesulitan belajar siswa. Jika kesulitan belajar telah dialami siswa maka tingkat keberhasilan belajar tidak akan tercapai.


3. Bakat Siswa
Bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan tugas tertentu tanpa banyak bergantung pada upaya pendidikan dan latihan (Muhibbin Syah, 1997:135). Seorang yang siswa yang memiliki bakat dalam bidang tata bahasa Arab, misalnya, akan jauh lebih mudah menyerap informasi, pengetahuan dan keterampilan yang berhubungan dengan bidang tersebut dibanding dengan siswa lainnya.
Berhubungan dengan hal di atas, bakat akan mempengaruhi tingkat keberhasilan siswa dalam proses belajar bidang studi tertentu. Oleh karenanya, sangat tidak bijaksana apabila orang tua memaksa untuk menyekolahkan anaknya pada jurusan keahlian tertentu yang tidak sesuai dengan bakat yang dimiliki anak.


4. Minat Siswa
Menurut Slameto (1987:180), minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikaitan pada suatu hal atau aktivitas ada yang menyuruh. Ws. Winkel (1983:78) mengartikan minat sebagai kecenderung yang agak menetap untuk merasa tertarik pada bidang-idang studi tertentu.
Sementara itu WS. Winkel (1983:61) mengartikan minat sebagai kecenderungan yang agak menetap untuk merasa tetarik pada pada bidang-bidang studi tertentu. Belajar akan menjadi suatu siksaan dan tidak memberi manfaat jika tidak disertai sifat terbuka bagi bahan-bahan pelajaran. Guru yang berhasil membina siswanya berarti ia telah melakukan hal-hal yang paling penting yang dapat dilakukan demi kepentingan belajar siswa-siswanya. Sebab minat bukanlah sesuatu yang ada begitu saja, melainkan sesuatu yang dapat dipelajari.


5. Motivasi Siswa
            Motif merupakan pendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu (M. Ngalim Purwanto, 2007:103). Pendapat lain mengatakan bahwa motif ialah keadaan internal organisem –baik manusia ataupun hewan– yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu (Muhibbin Syah, 1997:136).
Motivasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah hal dan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar (Muhibbin Syah, 1997:136-137). Kekurangan atau ketiadaan motivasi, baik yang bersifat internal maupun yang bersifat eksternal, akan menyebabkan kurang bersemangatnya siswa dalam melakukan proses pembelajaran materi-materi pelajaran baik di sekolah maupun di rumah.

KONSEP BELAJAR BEHAVIORISTIK
Teori belajar behavior adalah Hasil belajar tidak disebabkan oleh kemampuan internal manusia tetapi karena faktor stimulus yang menimbulkan respon. Agar hasil belajar optimal, maka stimulus harus dirancang sedemikian rupa sehinga mudah direspon siswa. Siswa akan memperoleh hasil belajar apabila dapat mencari hubungan antara stimulus dan respon tersebut. Macam-macam teori belajar menurut aliran ini adalah:
1.      Teori belajar Classical Conditioning
Teori ini dikembangkan oleh Ivan Pavlov. Dia mempelajari bagaimana anjing percobaannya menjadi terkondisi untuk berliur walau tanpa makanan. Dari eksperimen tersebut Pavlov menarik kesimpulan bahwa dalam diri anjing akan terjadi pengkondisian selektif berdasar atas penguatan selektif. Anjing dapat membedakan stimulus yang disertai dengan penguatan dan stimulus yang tidak disertai dengan penguatan.

2.      Teori Operant Conditioning
Teori ini dikembangkan oleh Burr Federic Skinner. Dia memandang bahwa manusia sebagai mesin yang bertindak secara teratur dan dapat diramalkan responnya terhadap stimulus yang datang dari luar. Skinne mengadakan eksperimen dengan menggunakan kotak yang didalamnya terdapat pengungkit, pemampung makanan, lampu, lantai dengan grill yang dialiri listrik (dikenal dengan nama Skinner box). Skinner menggunakan tikus lapar sebagai hewan percobaannya. Berdasarkan eksperimen tersebut dapat ditarik kesimpulan:
a.        Setiap respon yang diikuti dengan penguatan (reward atau reinforcing stimuli) cenderung akan diulang kembali.
b.      Reward atau reinforcing stimuli akan meningkatkan kecepatan terjadinya respon.

3. Modelling dan Observational Learning
    Bandura mengembangkan 4 tahap melalui pengamatan atau modeling:
a.   tahap perhatian: Individu memperhatikan model yang menarik, berhasil, atraktif dan populer.
    b. tahap retensi: Bila guru telah mendapat perhatian dari siswa, guru memodelkan perilaku yang akan ditiru oleh siswa dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mempraktekkannya atau mengulangi model yang telah ditampilkan.
  c. tahap reproduksi: Siswa mencoba menyesuaikan diri dengan perilaku model.
 d. tahap motivasional: Siswa akan menirukan model karena merasakan bhwa melakukan pekerjaan yang baik akan meningkatkan kesempatan untuk memperoleh penguatan.
4. Teori Koneksionisme
Teori ini dikembangkan oleh Edward Thorndike. Dia menggunakan kucing sebagai hewan percobaan. dalam eksperimennya, dia menghitung waktu yang dibutuhkan kucing untuk dapat keluar dari kandang pecobaan (puzzle box). Menurut Thorndike, dasar dari belajar adalah trial dan error. Hewan percobaan itu menunjukkan adanya penyesuaian diri dengan lingkungannya sedemikian rupa sebelum hewan percobaan tersebut dapat melepaskan diri dari kandang percobaan. Selanjutnya dikemukakan bahwa perilaku dari semua hewan percobaan itu praktis sama. Thorndike mengemukakan 3 macam hukum belajar, yaitu:
a.       Hukum kesiapan (Law of Readiness)
  Agar proses belajar mencapai hasil yang baik, maka perlu kesiapan dalam belajar. Ada 3 keadaan yang menunjukkan berlakunya hukum ini, yaitu:
1)       Apabila individu memiliki kesiapan untuk bertindak atau berperilaku dan dapat melaksanakannya, maka dia akan puas.
             2)  Apabila individu memiliki kesiapan untuk bertindak atau berperilaku tapi tidak dapat  melaksanakannya, maka dia akan kecewa.
             3)   Apabila individu tidak memiliki kesiapan untuk bertindak atau berperilaku dan dipaksa untuk melaksanakannya, maka akan menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.
    b. Hukum latihan dan hukum akibat
        Hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi kuat apabila sering dilakukan latihan. Apabila sesuatu memberikan hasil yang menyenangkan atau memuaskan, maka hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi semakin kuat.
5. Teori Modifikasi Perilaku Kognitif
Meichenbaum menyatakan bahwa individu dapat diajarkan untuk memantau dan mengatur perilakunya sendiri. Cara yang digunakan yaitu melatih individu yang terganggu emosionalnya untuk membuat dan menjawab pertanyaannya sendiri.  Ada 5 tahap kegiatan belajar mandiri yang dikembangkan Meichenbaum, yaitu:
a. Model orang dewasa melakukan tugas tertentu sambil berbicara dengan keras (Modeling kognitif)
b. Anak melakukan tugas yang sama di bawah arahan pembelajaran dari model (Bimbingan eksternal)
c. Anak melakukan tugas sambil membelajarkan diri sendiri.
d. Anak membelajarkan dirinya sendiri dengan cara berbicara pelan pada saat melanjutkan tugas.
e. Anak melakukan tugas untuk mencari kinerja tertentu dengan melakukan percakapan diri sendiri.
Teori belajar modifikasi perilaku koginitif ini menekankan pada modeling percakapan diri sendiri secara meningkat berpindah dari perilaku yang dikendalikan oleh orang lain kepada perilaku yang dikendalikan oleh diri sendiri, di mana individu menggunakan percakapan diri sendiri pada waktu melaksanakan tugas.
6. Teori belajar Conditioning
Guthrie menyatakan bahwa semua belajar dapat diterangkan dengan satu prinsip, yaitu prinsip asosiasi. Belajar merupakan suatu upaya untuk menentukan hukum-hukum, bagaimana stimulus dan respon itu berasosiasi. Guthrie menyatakan bahwa respon dapat menimbulkan stimuli untuk respon berikutnya. Perilaku manusia merupakan deretan perilaku yang terdiri atas unit-unit reaksi atau respon dari stimulus berikutnya.
Konsekuensi yang menyenangkan pada umumnya disebut sebagai penguat (reinforces), dan yang tidak menyenangkan disebut sebagai hukuman (punishers)

Konsep Belajar Kognitifisme
Teori belajar kognitif memandang belajar sebagai proses pemfungsian unsur-unsur kognisi, terutama unsur pikiran, untuk dapat mengenal dan memahami stimulus yang datang dari luar. Aktivitas belajar pada diri manusia ditekankan pada proses internal berfikir, yakni proses pengolahan informasi. Yang termasuk teori belajar kognitif adalah:
1. Teori belajar Pengolahan Informasi
Kebanyakan, peristiwa lupa terjadi karena informasi di dalam memori jangka pendek tidak pernah ditransfer ke memori jangka panjang. Tapi bisa juga terjadi karena seseorang kehilangan kemampuannya dalam mengingat informasi yang telah ada di dalam  memori jangka panjang. Bisa juga karena interferensi, yaitu terjadi apabila informasi bercampur dengan atau tergeser oleh informasi lain.
Ada 2 bentuk pelancaran dalam membangkitkan ingatan, yaitu:
a.        Pelancaran proaktif  yakni,  Seseorang mengingat informasi sebelumnya apabila informasi yang baru dipelajari memiliki karakter yang sama.
b.       Pelancaran retroaktif yakni, Seseorang mempelajari informasi baru akan memantapkan ingatan informasi yang telah dipelajari.

Piaget merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor aliran konstruktivisme. Salah satu sumbangan pemikirannya yang banyak digunakan sebagai rujukan untuk memahami perkembangan kognitif individu yaitu teori tentang tahapan perkembangan individu. Menurut Piaget bahwa perkembangan kognitif individu meliputi empat tahap yaitu : (1) sensory motor; (2) pre operational; (3) concrete operational dan (4)formal operational. Pemikiran lain dari Piaget tentang proses rekonstruksi pengetahuan individu yaitu asimilasi dan akomodasi. James Atherton (2005) menyebutkan bahwa asisimilasi adalah “the process by which a person takes material into their mind from the environment, which may mean changing the evidence of their senses to make it fit” dan akomodasi adalah “the difference made to one’s mind or concepts by the process of assimilation”

Dikemukakannya pula, bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pembelajaran adalah :
1)      Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berfikir anak.
2)      Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.
3)      Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
4)      Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
5)      Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
Konsep  Belajar Kontruktivisme
            Teori belajar Kontruktivisme memandang bahwa,  Belajar berarti mengkontruksikan makna atas informasi dari masukan yang masuk ke dalam otak. Peserta didik harus menemukan dan mentransformasikan informasi kompleks ke dalam dirinya sendiri.  Peserta didik sebagai individu yang selalu memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip tersebut apabila sudah dianggap tidak bisa digunakan lagi. Peserta didik mengkontruksikan pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya.
Teori Kontruktivisme menetapkan 4 asumsi tentang belajar, yaitu:
1.      Pengetahuan secara fisik dikonstruksikan oleh peserta didik yang terkibat dalam belajar aktif.
2.       Pengetahuan secara simbolik dikonstruksikan oleh peserta didik yang membuat representasi atas kegiatannya sendiri.
3.       Pengetahuan secara sosial dikonstruksikan oleh peserta didik yang menyampaikan maknanya kepada orang lain.
4.       Pengetahuan secara teoritik dikonstruksikan oleh peserta didik yang mencoba menjelaskan obyek yang tidak benar-benar dipahaminya.
 Thomas dan Rohwer menyajikan beberapa prinsip belajar yang efektif, yaitu:
1.      Spesifikasi : Sesuai dengan tujuan belajar dan karakteristik peserta didik.
2.      Pembuatan :  Memungkinkan seseorang mengerjakan kembali materi yang telah dipelajari, dan membuat sesuatu menjadi baru.
3.      Pemantauan yang efektif: Peserta didik mengetahui kapan dan bagaimana cara menerapkan strategi belajarnya dan bagaimana cara menyatakannya bahwa strategi yang digunakan itu bermanfaat.

4.      Kemujaraban personal: Belajar akan berhasil apabila dilakukan dengan sungguh-sungguh.
Kemudian Slavin menyarankan 3 strategi belajar efektif, yaitu:
1.      membuat catatan
2.      belajar kelompok
3.      menggunakan metode PQ4R (preview, question, read, reflect, recite, review)


Belajar Humanisme
A.     DEFINISI
Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme.  
Dalam artikel “some educational implications of the Humanisme Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan behavioristik. Menurut Abraham, yang terpenting dalam melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit” seperti yang dilihat oleh teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
    Humanisme tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Teori humanisme ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Psikologi humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Teori belajar Humanisme memandang bahwa:
1.    Fokus utamanya adalah hasil pendidikan yang bersifat afektif, belajar tentang cara- cara belajar dan meningkatkan kreativitas dan semua potensi peserta didik.
2.      Hasil belajarnya adalah kemampuan peserta didik mengambil tanggung jawab dalam menentukan apa yang dipelajari dan menjadi individu yang mampu mengarahkan diri sendiri dan mandiri.
3.      Pentingnya pendekatan pendidikan di bidang seni dan hasrat ingin tahu.
4.      Pendekatan humanisme kurang menekankan pada kurikulum standar, perencanaan pembelajaran, ujian, sertifikasi pendidik dan kewajiban hadir di sekolah.
5.      Pendekatan humanisme mengkombinasikan metode pembelajaran individual dan kelompok. Pendidik memiliki status kesetaraan dengan peserta didik.
6.      Pendekatan humanisme memelihara kebebasan peserta didik untuk tumbuh dan melindungi peserta didik dari tekanan keluarga dan masyarakat.
7.      Penggunaan pendekatan humanisme dalam pendidikan akan memungkinkan peserta didik menjadi individu yang beraktualisasi diri.

B.     TOKOH-TOKOH KONSEP BELAJAR HUMANISME
1. Arthur Combs (1912-1999)
2. Abraham Maslow
3. Carl Ransom Rogers
4. Aldous Huxley
5. David Mills dan Stanley Scher

C.     PRINSIP-PRINSIP BELAJAR
1. Swa arah
Prinsip swa arah menyatakan bahwa sekolah hendaknya memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk memutuskan bahan belajar yang ingin dipelajari.
2. Belajar tentang cara-cara belajar
Sekolah hendaknya menghasilkan anak-anak yang secara terus menerus menumbuhkan keinginannya untuk belajar dan mengetahui cara-cara belajar.
3. Evaluasi diri
Evaluasi yang dilakukan sekolah atau pendidik yang diakhiri dengan kenaikan kelas dan kelulusan dipandang sebagai tindakan yang mengganggu aktivitas belajar peserta didik. Instrumen evaluasi yang diwujudkan dalam bentuk tes dipandang tidak relevan dengan pendekatan humanisme.
4. Pentingnya perasaan
Pendekatan humanisme tidak membedakan domain kognitif dan afektif dalam belajar. Kedua domain itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
5. Bebas dari ancaman
Belajar akan jadi lebih mudah, lebih bermakna dan lebih diperkuat apabila belajar itu terjadi dalam suasana yang bebas dari ancaman.
D.     PANDANGAN DAN KRITIK PADA TEORI HUMANISME
    Pandangan Humanisme
• Behaviorisme : Bersifat mekanis , mementingkan masa lalu. Berbeda dengan aliran humanisme. Menurut aliran humanistik : individu itu cenderung mempunyai kemampuan / keinginan untuk berkembang dan percaya pada kodrat biologis dan ciri- lingungan tidak menekankan pada tingkah laku yang nampak dan menggunakan metode obyektif seperti halnya aliran behaviorisme.
• Psikoanalisa : Aliran humanistik tidak menyetujui sifat pesimisme, dalam aliran humanistik individu itu memiliki sifat yang optimistik, dan apabila pada psikoanalisa freud menekankan pada masa lalu,karena dalam behaviorisme percaya pada kodrati individu. Manusia berkembang dengan potensi yang dimilikinya . tidak mengabaikan potensi seperti aliran psikoanalisis.
 Teori humanisme mempunyai pengaruh yang signifikan pada ilmu psikologi dan budaya populer. Sekarang ini banyak psikolog yang menerima gagasan ini ketika teori tersebut membahas tentang kepribadian, pengalaman subjektif manusi mempunyai bobot yang lebih tinggi daripada relitas objektif. Psikolog humanisme yang terfokus pada manusia sehat daripada manusia yang bermasalah, juga telah menjadi suatu kontribusi yang bermanfaat.
Meskipun demikian, kritik dari teori humanisme tetap mempunyai beberapa argumentasi:
• Teori humanisme terlalu optimistik secara naif dan gagal untuk memberikan pendekatan pada sisi buruk dari sifat alamiah manusia
• Teori humanisme, seperti halnya teori psikodinamik, tidak bisa diuji dengan mudah
• Banyak konsep dalam psikologi humanisme, seperti misalnya orang yang telah berhasil mengaktualisasikan dirinya, ini masih buram dan subjektif. Beberapa kritisi menyangkal bahwa konsep ini bisa saja mencerminkan nilai dan idealisme Maslow sendiri.
• Psikologi humanisme mengalami pembiasan terhadap nilai individualistis
• Teori humanisme ini dikritik karena sukar digunakan dalam konteks yang lebih praktis. Teori ini dianggap lebih dekat dengan dunia filsafat daripada dunia pendidikan.
• Aplikasi teori humanisme dalam pembelajaran, guru lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar.
 Beberapa perbandingan antara teori behaviorisme dengan teori humanisme yaitu :
a. Teori behaviorisme
• Teori : Proses perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulis dan respon.
• Tujuan : adanya perubahan tingkah laku pada peserta didik.
• Metode : dibagi dalam bagian-bagian kecil sampai kompleks.
Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.berorientasi pada hasil yang dicapai, tidak menggunakan hukuman.
• Kekurangan : Sentral,bersikap otoriter,komunikadi satu arah. Guru melatih dan menentukan apa yang harus dipelajari siswa. Pasif, perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengarihi oleh penguatan yang diberikan oleh guru,mendengarkan dan menghafal.
• Penerapan : pada mata pelajaran yang membutuhkan praktek dan pembicaraan yang mengandung unsur-unsur kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan, dan sebagainya. Misal dalam: percakapan bahasa asing, mengetik, menari, olagraga,dll.
• Guru : guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi
• Murid : melakukan sendiri apa yang menjadi instruksi dan melakukannya berulang-ulang sampai hasilnya baik.
• Evaluasi : Didasarkan pada perilaku yang dicapai sebagai hasil dari latihan yang dilakukan.

b. Teori humanisme
• Teori : belajar untuk memenusiakan manusia.
• Tujuan : menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran yang mewarnai metode-metode yang diterapkan.
• Metode : mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas ,jujur , dan positif.
• Kekurangan : terlalu memberi kebebasan pada siswa.
• Penerapan : materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan.
• Guru : memberi motivasi,kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa.
• Siswa : pelaku utama (student center) yang memaknai poses pengalaman belajar sendiri
• Evaluasi : diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.


Transfer Dalam Belajar
A.     PENGERTIAN TRANSFER
          Istilah “transfer belajar” berasal dari bahasa Inggris “transfer of learning” dan berarti ; pemindahan atau pengalihan hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang satu ke bidang studi yang lain atau ke kehidupan sehari-hari.  Pemindahan atau pengalihan itu menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatu bidang studi atau situasi di luar lingkup pendidikan. Pemindahan atau pengalihan itu menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatu bidang atau situasi di luar lingkup bidang studi di mana hasil itu mula-mula diperoleh.
            Kata “pemindahan ketrampilan” tidak berkonotasi hilangnya ketrampilan melakukan sesuatu pada masa lalu karena diganti dengan ketrampilan baru pada masa sekarang.  Misalnya, hasil belajar di cabang olahraga main bola tangan, digunakan dalam belajar main basket, dan lain-lain.  Berkat pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu, seseorang memperoleh keuntungan atau mengalami hambatan dalam mempelajari sesuatu di bidang studi yang lain atau dalam pengaturan kehidupan sehari-hari.
     B. MACAM-MACAM TRANSFER BELAJAR
1.     Transfer positif
  Transfer positif adalah transfer  yang berefek lebih baik terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer positif yakni belajar dalam situasi yang dapat membantu belajar dalam situasi-situasi lain. “Memperoleh keuntungan’ berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu berperanan positif, yaitu mempermudah dan menolong dalam menghadapi tugas belajar yang lain dalam rangka kurikul di keskolah atau dalam mengatur kehidupan seharihari, transfer belajar demikian tersebut disebut “transfer positif”.
             Transfer positif, akan mudah terjadi pada diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip dengan situasi sehari-sehari yang akan ditempati ssiwa tersebut kelak dalam mengaplikasikan pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari di sekolah.  Misalnya, siswa yang telah pandai membaca Al-Qur’an akan secara otomatis mudah belajar Bahasa Arab, karena ada kesamaan elemen (sama-sama bertulisan arab). Pengetahuan tentang letak geografis suatu daerah, akan sangat membantu dalam memahami masalah perekonomian yang dihadapi oleh penghuni daerah itu, ketrampilan mengendarai sepeda motor akan mempermudah belajar mengendarai kendaraan roda empat.
2.    Transfer negatif
               negative adalah transferyang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutnya. Transfer negatif dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar dalam situasi tertentu yang memiliki pengaruh merusak  atau mengalami hamnbatan terhadap ketrampilan/pengetahuan yang dipelajari.   “Mengalami hambatan” berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu berperanan negatif, yautu mempersukar dan mempersulit dalam menghadapi tugas belajar yang lain dalam rangka kurikulum sekolah, atau dalam mengatur kehidupan sehari-hari, transfer belajar yang demikian disebut “transfer negatif”.
            Menghadapi kemungkinan terjadinya tranfer negatif itu, yang penting bagi guru adalah menyadari dan sekaligus menghindari para siswanya dari situasi-situasi belajar tertentu yang diduga keras berpengaruh negatif terhadap kegiatan belajar para siswa tersebut pada masa yang akan datang.  Misalnya, Ketrampilan mengemudi kendaraan bermotor dalam arus lalu lintas yang bergerak disebelah kiri jalan, yang diperoleh seseorang selama tinggal di Indonesia, akan menimbulkan kesulitan bagi orang itu bila pindah ke salah satu negara Eropa Barat, yang arus lalu lintasnya bergerak di sebelah kanan jalan.   pengetahaun akan semjumlah kata dalam bahasa Jerman, akan menghambat dalam mempelajari dalam mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kepada orang lain selama bertahun-tahun sesudah tamat sekolah.
3.     Transfer vertikal
                     Transfer vertical atau pemindahan dariatas ke bawah adalah transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar/pengetahuan yang lebih tinggi. Transfer vertikal (tegak lurus) dapat terjadi  dalam diri seorang siswa apabila pelajaran yang telah dipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tersebut dalam menguasai pengetahuan/ketrampilan yang lebih tinggi atau rumit.
                   Misalnya, seorang ssiwa SD yang telah menguasai psrinsip penjumlahan dan pengurangan pada waktu duduk di kelas II akan mudah mempelajari perkalian pada waktu dia duduk di kelas III.
4.    Transfer lateral
                    Transfer ini juga berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/ketrampilan yang sederajat. Tranfer lateral (ke arah samping) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila ia mampu menggunakan materi yang telah dipelajarinya untuk mempelajari materi yang sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat tidak mengurangi mutu hasil belajar siswa tersebut.
                     Misalnya, seorang lulusan STM yang telah menguasai tehknologi “X” dari sekolahnya dapat menjalankan mesin tersebut  di tempat kerjanya. Di samping itu juga mampu mengikuti pelatihan menggunakan tekhnologi mesin-mesin lainnya yang mengandung elemen dan kerumitan kurang lebih sama dengan mesin “X” tadi.

     C. Faktor-faktor yang berperanan dalam transfer belajar yakni ;
1.   Proses belajar, kesungguhan motivasi belajar, dan kadar konsentrasi terhadap terhadap pelajaran. Siswa diharapkan bersungguh-sungguh dalam mengolah materi pelajaran, dan ini juga tergantung dari motivasi belajar dan sejauhmana kadar konsentrasinya.  Maka, siswa yang kurang melibatkan diri dalam proses belajar, kurang cermat dalam dalam persepsi dan kurang mendalam dalam mengolah materi pelajaran, tidak diharapkan akan mengadakan transfer belaJar.
Semua ini berkaitan dengan tata cara belajar atau tekhnik-tekhnik studi, apakah efisien dan efektif. Maka makin tata cara belajar itu, makin meningkat pula kemungkinan siswa akan mengadakan transfer belajar.

2.    Bahan atau materi dalam bidang studi, metode atau prosedur kerja yang diikuti dan sikap dibutuhkan dalam bidang studi.
Transfer belajar mengendalikan adanya kesamaan, maka kesamaan  antara daerah/bidang studi atau antara bidang studi dan kehidupan sehari-hari itu, secara nyata harus ada. Adanya kesamaan juga meliputi taraf intelegensi, minat, dan perhatian.
3.  Faktor-faktor subyektif siswa, antara lain taraf intelegensi (kemampuan belajar), minat, motivasi  dan perhatian.
                   Misalnya, Siswa yang memiliki motivasi intrinsik, yang merasa senang dalam belajar di sekolah dan yang mampu mengolah dengan baik dan secara mendalam, akan jauh lebih siap untuk mengadakan transfer belajar, dibandingkan dengan siswa yang kurang bermotivasi, kurang berperasaan senang dan kurang mampu mengolah dengan baik.
4.    Sikap dan usaha guru.
Kesadaran dan usaha dari guru untuk mendampingi siswa dalam mengadakan transfer belajar.  Sikap guru yang menyadari, bahwa tanggungjawab nya tidak hanya terbatas paa bidang studi tertentu, tetapi juga mencakup usaha jujur untuk membentuk kepribadian siswa secara kesluruhan, dalam perkembangan intelektual, efektif (sikap) dan sosial.

Hakikat Psikologi Pembelajaran
1.      PENGERTIAN PSIKOLOGI PEMBELAJARAN
Psikologi pembelajaran berasal dari dua kata yaitu psikologi dan belajar. Pengertian psikologi  berasal dari bahasa latin yaitu psycho dan logos. Psyco artinya jiwa dan logos artinya ilmu. Jadi secara  bahasa psikologi adalah ilmu jiwa dan secara istilah psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa. Sedangkan pengertian belajar adalah berasal dari kata ajar yang artinya proses mentransferkan ilmu.
Jadi psikologi pembelajaran adalah ilmu yang mempelajari tentang gejala jiwa dalam belajar, atau Psikologi pembelajaran merupakan penerapan prinsip dan metode psikologi untuk mengkaji perkembangan, belajar, motivasi, pembelajaran, penilaian, dan isu-isu terkait lainnya yang mempengaruhi interaksi belajar mengajar
      Mengingat pentingnya akan ilmu psikologi didalam meningkatkan kualitas belajar seseorang, maka psikologi dalam pembelajaran sangat diperlukan. Adapun manfaat dari psikologi pembelajaran adalah:
a. Membantu peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b.  Membantu pendidik dalam memahami karakteristik peserta didik.
c.  Memahami proses belajar peserta didik.
d.  Memilih dan menggunakan berbagai strategi dalam pembelajaran.
-e. Membantu pendidik untuk melakukan penilaian terhadap kegiatan belajar atau perolehan hasil belajar yang telah dicapai peserta didik.

2.      HAKEKAT PENDIDIK PROFESIONAL
Dalam proses pembelajaran terdapat dua elemen yang saling ketergantungan yaitu guru dan murid. Dalam hal ini guru sebagai pendidik memiliki peran besar dimana ia harus memiliki kompetensi mendidik. Pendidik yang bermutu adalah pendidik yang:
a. Menunjukkan seperangkat kompetensi sesuai dengan standar yang berlaku.
b. Mampu bekerja dengan menerapkan prinsip-prinsip keilmuan dan teknologi.
c. Mematuhi kode etik profesi pendidik.
d. Bekerja dengan penuh dedikasi.
e. Membuat keputusan secara mandiri ataupun secara bersama-sama.
f.  Menunjukkan akuntabilitas kerjanya kepada pihak-pihak terkait.
g. Bekerjasama dengan pihak lain yang relevan.
h.  Secara berkesinambungan mengembangkan diri baik secara mandiri ataupun melalui asosiasi profesi.
KOMPETENSI PENDIDIK
Berdasarkan PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional dan UU No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyatakan bahwa pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik itu diperoleh melalui pendidikan Sarjana atau program Diploma IV. Sedangkan kompetensi pendidik tersebut meliputi:
1. Kompetensi Paedagogik
a.       Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional dan intelektual.
b.      Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
c.       Menguasai kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.
d.      Terampil melakukan kegiatan pengembangan yang mendidik.
e.       Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
f.       Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
g.       Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun  dengan peserta didik.
h.      Terampil melakukan penilaian dan evaluasi  proses dan hasil belajar.
i.     Memanfaatkan hasil penilaian dan evaluasi untuk kepentingan pembelajaran.
j.     Melakukan tindakan reflektif untuk peningkatan kualitas pembelajaran.
2. Kompetensi kepribadian
a.    Bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan Indonesia.
b.    Menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat.
c.    Menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa.
d.    Menunjukkan etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi pendidik dan rasa percaya diri.
e.       Menjunjung tinggi kode etik profesi pendidik.
3. Kompetensi profesional
a.       Menguasai materi, stuktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu.
b.      Menguasai standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang diampu.
c.       Mengembangkan materi pembelajaran yang diampu secara kreatif.
d.      Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif.
e.       Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
4. Kompetensi sosial
a.       Bersikap inklusif, bertindak objektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik, latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi.
b.      Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
c.       Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah Indonesia yang memiliki keragaman sosial budaya.
d.      Berkomunikasi dengan komunitas profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.


Hakekat Belajar
1.       Pengertian Belajar
Setiap orang menjadi dewasa karena belajar dan pengalaman selama hidupnya. Belajar  pada umumnya dilakukan seseorang sejak mereka ada di dunia ini. Ada beberapa ahli  yang mendefinisikan istilah belajar  dengan beberapa uraian yang tidak sama. Untuk dapat memahami dan mempunyai gambaran yang luas, berikut ini diberikan beberapa pengertian belajar menurut para ahli :
a.       Whittaker mengatakan bahwa belajar  adalah proses tingkah laku yang ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
b.      Kimble mengatakan bahwa belajar  adalah perubahan relatif permanen dalam potensi bertindak, yang berlangsung sebagai akibat adanya latihan yang diperkuat.
c.       Winkel mengatakan bahwa belajar  adalah aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap.
d.      Sdaffer mengatakn bahwa belajar  merupakan perubahan tingkah laku yang relatif menetap, sebagai hasil pengalaman-pengalaman atau praktik.
Berdasarkan definisi di atas dapat dikatakan bahwa, belajar  adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru sebagai pengalaman individu itu sendiri.
Perubahan yang terjadi setelah seseorang melakukan kegiatan belajar dapat berupa ketrampilan, sikap, pengertian  ataupun pengetahuan. Belajar merupakan peristiwa yang terjadi secara sadar dan disengaja, artinya seseorang yang terlibat dalam peristiwa belajar pada akhirnya menyadari bahwa ia mempelajari sesuatu, sehingga terjadi perubahan pada dirinya sebagai akibat dari kegiatan yang disadari dan sengaja dilakukannya tersebut.
2.       Belajar Menurut Para Ahli
Menurut Jihad dan Haris (2008:1) belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, hal ini berarti keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sangat tergantung pada keberhasilan proses belajar siswa di sekolah dan lingkungan sekitarnya. Soemanto (1998:104) mengemukakan definisi belajar menurut para ahli:
Menurut James O. Wittaker, belajar dapat didefinisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. ”Learning may be defined as the process by which behavior originates or is altered through training or experience.” (Whittaker, 1970:15). Dengan demikian, perubahan-perubahan tingkah laku akibat pertumbuhan fisik atau kematangan, kelelahan, penyakit, atau pengaruh obat-obatan adalah tidak termasuk sebagai belajar. Definisi yang tidak jauh berbeda dengan definisi di atas, dikemukakan oleh Cronbach dalam bukunya yang berjudul ”Educational Psychology” sebagai berikut: ”Learning is shown by change in behavior as a result of experience.” (Cronbach, 1954:47).
Dengan demikian, belajar yang efektif adalah melalui pengalaman. Dalam proses belajar, seseorang berinteraksi langsung dengan objek belajar dengan menggunakan semua alat indranya. Satu definisi lagi yang perlu dikemukakan di sini yaitu yang dikemukakan oleh Howard L. Kingsley sebagai berikut: ”Learning is the process by which behavior (in the broader sense) is originated or changed through practice or training.” (Kingsley, 1957:12). (Belajar adalah proses di mana tingkah laku (dalam artian luas) ditimbulkan atau diubah melaluipraktek atau latihan).
Belajar dalam arti mengubah tingkah laku, akan membawa suatu perubahan pada individu-individu yang belajar. Perubahan itu tidak hanya berkaitan dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan, keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, penyesuaian diri. Menurut Hamalik (2002:57) Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi (siswa dan guru), material (buku, papan tulis, kapur dan alat belajar), fasilitas (ruang, kelas audio visual), dan proses yang saling mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Dapat disimpulkan bahwa secara umum pembelajaran adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik.
Pembelajaran bertujuan membantu siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pengalaman itu tingkah laku siswa yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa menjadi bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya.

Jenis-Jenis Belajar
          1. Jenis-jenis Belajar Menurut Fungsi Psikis
V.S\. Gerlach & D.P. Ely  membagi bentuk atau tipe belajar menurut fungsi psikis, yaitu berlajar kognitif, belajar psikomotor dan belajar efektif.
a.  Belajar Kognitif
ciri khas belajar ini adalah memperoleh dan menggunakan bentuk-bentuk yang mewakili objek-objek yang dihadapi atau diamati,apakah itu orang, benda atau kejadia/peristiwa. Objek-objek  itu dihindari dalam diri seorang melalui  tanggapan gagasan atau lambang, yang semuanya merupakan sesuatu yang bersifat mental.
b.  Belajar Psikomotoris
ciri khas belajar psikomotorik terletak dalam belajar menghadapi dan memahami objek-objek secara fisik. Dalam belajar seperti cara ini, baik aktivitas mengamati melalui alat-alat dari ( sensorik), maupun bergerak dan menggerakkan ( motorik), memegang peranan penting. Pengamatan adalah fungsi yang membuat manusia mengenal dunia yang nyata atau berwujud. Menurut Jean Piaget, belajar psikomotorik merupakan dasar bagi belajar berpikir.
c.  Belajar Afektif
salah satu ciri dari bentuk beljar afektif adalah belajar menghayati nilai dari objek yang dihadapi melalui perasaan, apakah objek itu berupa orang, benda atau peristiwa.Ciri lain terletak dalam belajar mengungkapkan perasaan dalam bentuk ekspresi yang wajar.

2.  Jenis-jenis Belajar Menurut Materi yang Dipelajari
a.  Belajar Teoritis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua  data dan fakta (pengetahuan) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan masalah, relasi-relasi diantara konsep-konsep dan strukur-strukur hubungan.
b. Belajar Teknik
bentuk belajar ini bertujuan mengembangkan keterampilan-keterampilan dalam menangani atau atau mengerjakan sesuatu, misalnya belajar mengetik dengan sistem 10 jari. Belajar ini biasa juga disebut belajar motorik.
c.  Belajar Bermasyarakat
Bentuk belajar ini bertujuan umtuk membantasi diri dari dorongan yang spontan; tenggan rasa untuk menjaga perasaan orang lain. Kehidupan bersama atau bermasyarakat menurut pengendalaian perilaku, dengan memperhitungkan kepentingan orang lain disekitar kita. Solidaritas, rasa kesetiakawanan sosial merupakan wujud dari belajar bermasyarakat.
d.  Belajar Estetis
Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan untuk menghayati keindahan, kalau perlu menciptakan keindahan dalam berbagai segi kehidupan. Keindahan terdapat dimana-mana. Pelukis menuangkannya dalam bentuk lukisan, sastrawan dalam bentuk sanjak, komponis dalam bentuk lagu. Dalam diri manusia terdapat jiwa estetis yang perlu dikembangkan melalui belajar, yaitu belajar estetis.

3. Bentuk Belajar Ditinjau dari Berbagai Segi
a.  Ditinjau dari segi berlangsungnya
belajar dapat berlangsung dengan tidak sengaja (Internal Learning), dapat pula berlangsung dengan sengaja (formal Learning).Belajar dengan tak sengaja, ialah cara belajar yang sama dengan pengalaman hidup sehari-hari dalam lingkungan hidup, dalam lingkungan masyarakat, dalam pergaulan hidup  sehari-hari. Beberapa pengetahuan, mulai, sikap dan keterampilan kita peroleh dalam pergbaulan hidup bersama dan interaksi dalam lingkungan hidup. Belajar dengan sengaja ialah cara belajar dengan objek-objek tertentu dengan rencana-rencana terntentu dan dengan pemechan-pemecahan tertentu.
b. Ditinjau Dari Ruang Geraknya
ditinjau dari ruang geraknya, belajar dapat diarahkan secara vertikal (vertikal learning) dan secar horisontal (horisontal learning). Beljar vertikal ialah belajara dengan penambahan pengetahuan dalam suatu daerah pengetahuan teretnu, memeperbaiki atau memperdalam pengetahuan-pengetahuan yang telah diacapai atau memperhebat intensitas sikapdan car berfikir. Belajar horisontal ilah belajar dengan memeprluas horison belajar, mempelajari bermacam-macam pengetahuan yang berbeda-beda yang diutamakan adalah menambah jenis atau bidang pengetahuan, sehingga mungkin tidak mendalam malah cenderung kearah generalisasi.
c. Ditinjau dari Segi Peristiwanya
Ditinjau dari peristiwanya belajar dapat dipandang sebagai (1) hasil, (2) proses dan (3) fungsi.Belajar sebagai hasil ialah belajar yang didlamnya terutama menekangkan bentuk akhir dari berbagai pengalaman interaksi edukatif.Belajar sebagai proses ialah belajar yang didalamnya terutam menekankan apa yang terjadi selama murid menjalani pengalaman-pengalaman edukatif untuk mencapai tujuan.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi belajar
Menurut Suryabrata (1989:142), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar  digolongkan menjadi 3, yaitu: faktor dari dalam, faktor dari luar dan faktor instrumen.
Faktor dari dalam yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor-faktor ini meliputi :
a.       Fisiologi, meliputi kondisi jasmaniah secara umum dan kondisi panca indra. Anak yang segar jasmaninya akan lebih mudah proses belajarnya.
b.      Kondisi psikologis, yaitu beberapa faktor psikologis utama yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi dan kemampuan kognitif.
Faktor dari luar yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar siswa yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor-faktor ini meliputi :
  1. Lingkungan alami
Lingkungan alami yaitu faktor yang mempengaruhi dalam proses belajar misalnya keadaan udara, cuaca, waktu, tempat atau gedungnya, alat-alat yang dipakai untuk belajar seperti alat-alat pelajaran.
2.      Lingkungan sosial
Lingkungan sosial di sini adalah manusia atau sesama manusia, baik manusia itu ada (kehadirannya) ataupun tidak langsung hadir.
Dalam lingkungan sosial yang mempengaruhi belajar siswa ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) lingkungan sosial siswa di rumah yang meliputi seluruh anggota keluarga yang terdiri atas: ayah, ibu, kakak atau adik serta anggota keluarga lainnya,
2) lingkungan sosial siswa di sekolah yaitu: teman sebaya, teman lain kelas, guru, kepala sekolah serta karyawan lainnya,
3) lingkungan sosial dalam masyarakat yang terdiri atas seluruh anggota masyarakat.
Faktor instrumental adalah faktor yang adanya dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil yang diharapkan. Faktor instrumen ini antara lain: kurikulum, struktur program, sarana dan prasarana, serta guru.Faktor instrumen yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pembelajaran adalah media pembelajaran. Dalam hal ini adalah media komputer dengan memanfaatkan program animasi SWiSH yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Jawa.


Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi belajar
Menurut Suryabrata (1989:142), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar  digolongkan menjadi 3, yaitu: faktor dari dalam, faktor dari luar dan faktor instrumen.
Faktor dari dalam yaitu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi belajar yang berasal dari siswa yang sedang belajar. Faktor-faktor ini meliputi :
c.       Fisiologi, meliputi kondisi jasmaniah secara umum dan kondisi panca indra. Anak yang segar jasmaninya akan lebih mudah proses belajarnya.
d.      Kondisi psikologis, yaitu beberapa faktor psikologis utama yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah kecerdasan, bakat, minat, motivasi, emosi dan kemampuan kognitif.
Faktor dari luar yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar siswa yang mempengaruhi proses dan hasil belajar. Faktor-faktor ini meliputi :
  1. Lingkungan alami
Lingkungan alami yaitu faktor yang mempengaruhi dalam proses belajar misalnya keadaan udara, cuaca, waktu, tempat atau gedungnya, alat-alat yang dipakai untuk belajar seperti alat-alat pelajaran.
4.      Lingkungan sosial
Lingkungan sosial di sini adalah manusia atau sesama manusia, baik manusia itu ada (kehadirannya) ataupun tidak langsung hadir.
Dalam lingkungan sosial yang mempengaruhi belajar siswa ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1) lingkungan sosial siswa di rumah yang meliputi seluruh anggota keluarga yang terdiri atas: ayah, ibu, kakak atau adik serta anggota keluarga lainnya,
2) lingkungan sosial siswa di sekolah yaitu: teman sebaya, teman lain kelas, guru, kepala sekolah serta karyawan lainnya,
3) lingkungan sosial dalam masyarakat yang terdiri atas seluruh anggota masyarakat.
Faktor instrumental adalah faktor yang adanya dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil yang diharapkan. Faktor instrumen ini antara lain: kurikulum, struktur program, sarana dan prasarana, serta guru.Faktor instrumen yang berkaitan dengan sarana dan prasarana pembelajaran adalah media pembelajaran. Dalam hal ini adalah media komputer dengan memanfaatkan program animasi SWiSH yang digunakan dalam pembelajaran Bahasa Jawa.




Baca Artikel Terkait: